" Dari ber milyar milyar doa yang bertebaran di langit..., 90% mendoakan diri sendiri, 5% mendoakan orang lain, 5% mendoakan orang yang sudah meninggal ". "Dan Tuhan tidak akan menunda nunda serta segera mengabulkan ke dua doa yang terakhir, lalu perlahan lahan tapi pasti akan mengabulkan doa yang pertama"
Kalimat di atas bukan berasal dari kitab suci. Bukan juga berasal dari kalimat kalimat orang suci. Tapi berasal dari logika diri saya yang bodoh. Boleh diterima, boleh juga tidak. Namanya juga logika.
Mengapa demikian...?
Pertama dari pengalaman pribadi. Walaupun secara logika harusnya seperti itu, tapi karena kebiasaan bertahun tahun pada saat saya berdoa tetap saja kepentingan pribadi lebih besar. Dan terus terang tidak mudah merubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan yang baru.
Kedua dari beberapa kasus yang pernah ditemui. Saat orang beramai ramai berdoa untuk kepntingan orang banyak, ataupun kepentingan orang yang sudah tiada. Lebih cepat secara kasat mata terwujud dibandingkan dengan doa untuk kepentingan sendiri.
Secara logika, doa bisa disamakan dengan sebuah proposal yang dibuat oleh seseorang dan ditujukan kepada Pemilik Jagad Alam Semesta. Berisi komunikasi satu arah tentang permohonan permohonan tertentu yang bertujuan untuk kebaikan, perbaikan, dan keinginan untuk memperoleh kebahagiaan.
Ambil contoh...
Di Dunia saja, bila seseorang mengajukan permohonan untuk perbaikan kampung yang dilanda banjir dan ditujukan kepada pihak yang berwenang, maka proposal itu pasti lebih cepat direspon. Ketimbang kalau dia mengajukan proposal untuk perbaikan rumahnya sendiri misalnya, walupun sama sama terkena banjir. Atau proposal itu ditujukan guna menangani korban korban yang meninggal juga pasti lebih cepat terlaksana.
Apalagi doa ini. Bila doanya dikomunikasikan kepada Tuhan YME dengan khusuk, serius dan bersungguh sungguh. Sama saja dengan suatu proposal yang ditulis dengan bahasa formal yang baik karena akan diajukan kepada pihak yang berwenang tersebut.
Saya masih ingat suatu kejadian bencana luar biasa yang menimpa Aceh misalnya. Selain banyaknya kita yang berdoa untuk kebaikan Aceh. Tentu banyak pula proposal yang lisan maupun tertulis ditujukan kepada pemerintah untuk perbaikannya. Maka dalam sekejap mata terkabulah doa dan proposal tersebut.
Satu contoh lagi...
Ada seorang Bapak memiliki seorang anak laki laki tunggal. Setiap malam dia berdoa agar diberikan anak perempuan. Setelah bertahun tahun tidak juga dia diberikan seorang anak perempuan. Pada saat anak laki lakinya telah beranjak dewasa kemudian menikah. Tak lama dikaruniai seorang putri perempuan. Jadi apa namanya kalau bukan tuhan mengabulkan doa sang Bapak itu, meski perlahan tetap saja dikabulkan.
Demikianlah komunikasi satu arah yang dinamakan Doa ini cara bekerjanya, sekali lagi berdasarkan logika.
Maka jika kita ingin doa kita segera terkabul. Semestinyalah kita mendahulukan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, kemudian mendoakan orang lain yang masih hidup, baru mendoakan untuk kepentingan diri sendiri. Karena kedua doa yang pertama itu, bisa jadi bagaikan Kurir yang mengantarkan proposal kita menuju kepada Penguasa Jagad Alam Raya ini secara lebih cepat.
Kalimat di atas bukan berasal dari kitab suci. Bukan juga berasal dari kalimat kalimat orang suci. Tapi berasal dari logika diri saya yang bodoh. Boleh diterima, boleh juga tidak. Namanya juga logika.
Mengapa demikian...?
Pertama dari pengalaman pribadi. Walaupun secara logika harusnya seperti itu, tapi karena kebiasaan bertahun tahun pada saat saya berdoa tetap saja kepentingan pribadi lebih besar. Dan terus terang tidak mudah merubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan yang baru.
Kedua dari beberapa kasus yang pernah ditemui. Saat orang beramai ramai berdoa untuk kepntingan orang banyak, ataupun kepentingan orang yang sudah tiada. Lebih cepat secara kasat mata terwujud dibandingkan dengan doa untuk kepentingan sendiri.
Secara logika, doa bisa disamakan dengan sebuah proposal yang dibuat oleh seseorang dan ditujukan kepada Pemilik Jagad Alam Semesta. Berisi komunikasi satu arah tentang permohonan permohonan tertentu yang bertujuan untuk kebaikan, perbaikan, dan keinginan untuk memperoleh kebahagiaan.
Ambil contoh...
Di Dunia saja, bila seseorang mengajukan permohonan untuk perbaikan kampung yang dilanda banjir dan ditujukan kepada pihak yang berwenang, maka proposal itu pasti lebih cepat direspon. Ketimbang kalau dia mengajukan proposal untuk perbaikan rumahnya sendiri misalnya, walupun sama sama terkena banjir. Atau proposal itu ditujukan guna menangani korban korban yang meninggal juga pasti lebih cepat terlaksana.
Apalagi doa ini. Bila doanya dikomunikasikan kepada Tuhan YME dengan khusuk, serius dan bersungguh sungguh. Sama saja dengan suatu proposal yang ditulis dengan bahasa formal yang baik karena akan diajukan kepada pihak yang berwenang tersebut.
Saya masih ingat suatu kejadian bencana luar biasa yang menimpa Aceh misalnya. Selain banyaknya kita yang berdoa untuk kebaikan Aceh. Tentu banyak pula proposal yang lisan maupun tertulis ditujukan kepada pemerintah untuk perbaikannya. Maka dalam sekejap mata terkabulah doa dan proposal tersebut.
Satu contoh lagi...
Ada seorang Bapak memiliki seorang anak laki laki tunggal. Setiap malam dia berdoa agar diberikan anak perempuan. Setelah bertahun tahun tidak juga dia diberikan seorang anak perempuan. Pada saat anak laki lakinya telah beranjak dewasa kemudian menikah. Tak lama dikaruniai seorang putri perempuan. Jadi apa namanya kalau bukan tuhan mengabulkan doa sang Bapak itu, meski perlahan tetap saja dikabulkan.
Demikianlah komunikasi satu arah yang dinamakan Doa ini cara bekerjanya, sekali lagi berdasarkan logika.
Maka jika kita ingin doa kita segera terkabul. Semestinyalah kita mendahulukan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, kemudian mendoakan orang lain yang masih hidup, baru mendoakan untuk kepentingan diri sendiri. Karena kedua doa yang pertama itu, bisa jadi bagaikan Kurir yang mengantarkan proposal kita menuju kepada Penguasa Jagad Alam Raya ini secara lebih cepat.